PANCASILA
PANCASILA dalam konteks sejarah perjuangan bangsa Indonesia
Nilai –nilai pancasila telah ada pada bangsa indonesia sejak zaman dulu kala sebelum bangsa indonesia mendirikan negara. Proses
terbentuknya negara indonesia melalui proses sejarah yang cukup panjang
yaitu sejak zaman batu hingga munculnya kerajaan-kerajaan pada abad ke-IV. Berdirinya Indonesia tidak terlepas dari kerajaan-kerajaan Indonesia, yang mempengaruhi kerajaan Indonesia adalah sebagai berikut:
- Kerajaan Kutai
- Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
- Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)
- Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
- Kerajaan Sriwijaya
- Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan. Kerajaan ini terkenal dengan "Sumpah Palapa", mempunyai warisan "bendera merah putih" yang disebut Dwiwarna.
Peninggalannya : - Bhineka Tunggal Ika, warisan dari majapahit yang menjadi semboyan kita.
- Garis-garis merah putih pada kapal perang Indonesia, panji-panji majapahit.
- Kerajaan Demak (1600-1700M)
Kerajaan ini tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia
pada umumnya. Walau tidak berumur panjang dan segera mengalami
kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat
kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Demak beralih ke Kerajaan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Salah satu peninggalan bersejarah Kerajaan Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang menurut tradisi didirikan oleh Walisongo.
pada saat itulah munculnya imperialisme (penjajahan)
Latar Belakang Munculnya Imperialisme
Pada tanggal 6 Agustus
1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima di Jepang, oleh
Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di
seluruh dunia. Sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI untuk
lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki
sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan
sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan kekerasan.
Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan kekerasan.
Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.
Masa Kolonial di Indonesia
1. Masa pendudukan Portugis (1512-1575)
1. Masa pendudukan Portugis (1512-1575)
Keahlian bangsa Portugis dalam navigasi, pembuatan kapal dan
persenjataan memungkinkan mereka untuk melakukan ekspedisi eksplorasi
dan ekspansi. Dimulai dengan ekspedisi eksplorasi yang dikirim dari
Malaka yang baru ditaklukkan dalam tahun 1512, bangsa Portugis merupakan
bangsa Eropa pertama yang tiba di kepulauan yang sekarang menjadi
Indonesia, dan mencoba untuk menguasai sumber rempah-rempah yang
berharga dan untuk memperluas usaha misionaris Katolik Roma. Upaya pertama Portugis untuk menguasai kepulauan Indonesia adalah dengan menyambut tawaran kerjasama dari Kerajaan Sunda.
2. Masa Pendudukan VOC (1602-1800)
3. Masa pendudukan Inggris 1811
4. Masa pendudukan Jepang 1942
Pancasila merupakan suatu kesatuan yang utuh saling berhubungan, melengkapi, saling bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tujuan tertentu yang bersifat Organis Majemuk Tunggal. Pancasila itu bersifat hirarki berbentuk piramida, yang terdiri dari:
1. Tuhan (Causa Prima)
Intinya yaitu penyebab pertama yang tidak di sebabkan yang menyebabkan semua hal menjadi ada, karena Tuhanlah pencipta alam semesta.
2. Manusia (Zoon Politicon)
Manusia di kodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualistis, artinya salain makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial.
3. Satu (bhineka tunggal ika)
Maksudnya satu yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri.
4. Rakyat
Tanpa adanya rakyat maka tidak akan terbentuk sebuah negara atau merupakan unsur mutlak sebuah negara. Harus bekerja sama dan bergotong royong.
5. Adil
Memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain menjadi haknya.
Prinsip-prinsip filsafah pancasila
Pancasila juga memiliki prinip filsafah-filsafah tersendiri, dalam pembahasan kali ini, akan dibahas 4 prinsip-prinsip Pancasila. Berikut merupakan pembahasan empat prinsip-prinsip filsafah Pancasila:
1. Causa Materialis
Asal bahan Pancasila adalah bangsa Indonesia itu sendiri, karena Pancasila di gali dari nilai-nilai , adat istiadat,kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
2. Causa formalis
Berhubungan dengan bentuknya, Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD '45 memenuhi syarat formal (kebenaran formal).
3. Causa efficient
Kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan merumuskan Pancasila merijadi dasar negara Indonesia merdeka.
4. Causa finalis
Tujuan dari perumusan dan pembahasan pancasila yakni hendak dijadikan sebagai dasar Negara.
Kajian Filsafat Pancasila
Pancasila memiliki filsafat Pancasila yang terdiri atas tiga kajian, berikut merupakan
penjelasan ketiga kajian filsafat Pancasila:
1. Kajian Ontologis
Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Menurut Notonagoro hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia, karena manusia merupakan subjek hukum pokok dari sila-sila Pancasila.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha berkemanusian yang adil dan beradab, berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada hakikatnya adalah manusia (Kaelan, 2005).
Dengan demikian, secara ontologis hakikat dasar keberadaan dari sila Pancasila adalah manusia. Untuk hal ini, Notonagoro lebih lanjut mengemukakan bahwa manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontol memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Selain itu, sebagai makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, secara hierarkis sila pertama Ketuhanan \ Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila (Kaelan, 2005).
2. Kajian Epistimologi
Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Oleh karena itu, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
3. Kajian Aksiologis
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu pengctahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistcm filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, maka nilai-nilai yang tcrkandung dalamnya pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Ciri-ciri Filsafat Pancasila
Filsafat Pancasila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya.
2. Sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila ketiga, keempat, dan kclima;
3. Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima.
4. Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, dan ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima; serta
5. Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga,dan keempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar